Kini pesan makanan bisa lebih praktis melalui aplikasi ojek online. Namun, bagaimana pandangan syariat mengenai transaksi jual beli online seperti itu?
Di era digital ini segala aktivitas dapat dilakukan dengan mudah secara online. Seperti hadirnya jasa ojek online yang tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai moda transportasi.
Jasa ojek online juga menawarkan jasa jual-beli makanan secara online. Tentunya saja, hal tersebut dapat mempermudah orang ketika ingin memesan makanan.
Cukup pesan melalui aplikasi, maka pesanan makanan akan diantar oleh driver ojek online hingga ke rumah. Lantas, bagaimana pandangan syariat menyikapi kecanggihan ini?
Hukum mengenai pesan makanan online melalui ojol ini dibahas tuntas oleh Buya Yahya, lewat channel YouTubenya (22/12/20). Dalam dakwahnya, Buya Yahya menjelaskan pesan online secara umum.
Baik itu makanan atau produk lainnya. Selain itu baik pada ojek online maupun situs belanja online lainnya. Menurutnya, ada banyak mazhab yang menjelaskan perkara ini.
Mazhab Imam Syafi'i menjelaskan bahwa dalam jual beli, seorang pembeli harus sudah mengetahui apa yang harus dibeli. Jika itu makanan, maka harus mengetahui makanan seperti apa, terbuat dari apa, rasanya seperti dan komposisinya.
Kalau membeli produk yang belum pernah ia lihat sebelumnya, maka itu tidak sah. Namun, Buya Yahya mengatakan bahwa di era global seperti ini tidak bisa hanya berpaku pada satu mazhab saja.
"Sementara mazhab Malik dan Abu Hanifah lebih mudah. Kalau Mazhab Malik kita boleh berjual-beli online sesuatu yang tidak pernah kita lihat, asalkan disebutkan ciri-ciri produknya," ujar Buya Yahya.
Misalnya ada fotonya jelas, ada diskripsi komposisi makanannya dan rasa makanannya. Lain lagi dengan mazhab Abu Hanifa yang memperbolehkan transaksi online asal di akhir transaksi ada khiyar.
"Khiyar itu adalah hak pembeli untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli. Misalnya beli makanan gak sesuai dengan foto, itu pembeli berhak membatalkan transaksi," tutur Buya Yahya.
Sebab hal tersebut dapat membuat pembeli menjadi rugi. Jadi, pembeli berhak untuk membatalkan pesanan. Selain itu, juga sebaiknya ada kesepakatan kedua belah pihak.
"Ya mungkin ada kesepakatan biaya pengembalian, kerugian penyusutan itu bisa didiskusikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menyebutkan bahwa dalam Islam adanya aturan dalam transaksi jual beli online termasuk pesan makanan melalui ojol untuk mengantisipasi adanya kerugian.
Jadi intinya, jual beli online itu sah-sah saja asalkan tidak saling merugikan. Buya Yahya juga menjelaskan bahwa adanya ojek online itu sebagai sarana yang dapat mempermudah aktivitas.
"Boleh kok pake aplikasi, karena memberi kemudahan," tutupnya.
sumber : https://food.detik.com/info-kuliner/d-5888157/pesan-makanan-via-ojol-tanpa-melihat-wujudnya-bagaimana-hukum-syariatnya, akses tgl 02/03/2022.
Post A Comment: