Di Sulawesi Selatan, terdapat sebuah kabupaten penghasil keju lokal yang lebih dikenal dengan sebutan dangke. Dangke merupakan makanan tradisional yang banyak digemari oleh masyarakat Sulawesi Selatan.
Karena rasanya lezat dan gurih, danke biasa disajikan sebagai lauk pendamping makanan pokok sehari-hari bagi masyarakat Makassar khususnya di Kabupaten Enrekang. Bisa juga dangke diolah menjadi kripik.
Menurut Abdullah Bin Hatta (31) masyarakat sekitar, sekitar tahun 1990-an, ada seorang pastor berkebangsaan Jerman ditawari makanan ini dan mengatakan terima kasih dalam Bahasa Belanda. Sejak itulah makanan ini dikenal dengan nama dangke.
Dangke terbuat dari susu sapi dan susu kerbau. Namun, kebanyakan warga Enrekang membuat Dangke dari susu sapi. Ini dikarenakan daerah tersebut beternak sapi perah penghasil susu terbaik dan merupakan prioritas pengembangan sapi perah di Sulawesi Selatan.
Kabupaten Enrekang berada di daerah ketinggian dengan suhu udara yang relative sejuk. Selain itu juga mendapat dukungan dari Dinas peternakan Kabupaten Enrekang dengan adanya program-program pemberian modal bagi peternak, dan Inseminasi Buatan (IB).
Tujuannya adalah mengembangkan produksi susu untuk mendukung kegiatan pengolahan dangke yang diolah dari susu sapi atau susu kerbau ini.
Pengembangan sapi perah skala usaha kecil yang sudah dipelihara sejak tahun 1980 atau 1981. Produk Dangke yang dihasilkan merupakan produk agribisnis peternakan sapi perah yang sangat menjanjikan.
Abdullah menceritakan pada awalnya dangke terbuat dari susu kerbau, namun setelah diperkenalkan sapi perah ternyata hasilnya lebih gurih. Hal ini juga dikarenakan produksi susu sapi perah lebih banyak yaitu mencapai lebih dari 20-30 liter per ekor per hari, sementara kerbau paling banyak bisa menghasilkan 6 sampai 7 liter per ekor per hari saja.
"Dangke diolah secara tradisional dengan cara direbus secara mendidih. Memiliki tekstur seperti tahu dan rasa yang mirip dengan keju. Juga memiliki kandungan protein betakaroten yang tinggi," ujarnya kepada SariAgri.
Dangke menjadi salah satu makanan favorit di Enrekang hingga Makassar dan Kalimantan. Bukan hanya itu, Dangke juga sudah di ekspor sampai keluar negeri seperti Jepang dan Malaysia. Sebagai penghasil Dangke pertama, Kabupaten Enrekang sudah memiliki hak paten Dangke.
Dangke bisa bertahan sampai dua bulan. Umurnya satu sampai satu minggu masih tergolong keju muda. Umur 2 minggu hingga satu bulan mulai agak mengeras dan padat, masih bisa diolah kayak keju haloumi.
Umur 2 bulan sedikit lebih padat agak kekuningan masuk kategori keju tua dan sudah bisa dipotong dadu untuk ditaburkan diatas makanan, salad buah atau tambahan untuk buat kue kering.
"Untuk penyimpanan baiknya di dalam kulkas, jika dalam penyimpanan lama daunnya diganti dengan plastik wrap, boleh juga disimpan dalam wadah lalu ditutup rapat-rapat," jelas Abdullah.
Ada yang mengatakan bahwa rasa dangke mirip dengan rasa keju dari luar negeri. Tak heran jika dangke juga kerap dijadikan sebagai salah satu makanan khas yang dapat menarik wisatawan, hal inilah dilakukan warga Enrekang dan pemerintah dalam memaksimalkan potensi tersebut.
Dangke merupakan hasil permentasi dari susu. Proses pembuatannya tidak begitu sulit. Mula-mula susu sapi dimasukka ke panci lalu direbus bersama sedikit campuran garam dengan memasukan getah papaya dan diaduk perlahan.
Penggunaan getah pepaya bertujuan untuk membuat susu mengeras. Sebaiknya getah papaya diberikan secukupnya, menghindari penggunaan berlebihan agar rasa tidak pahit.
Saat mulai menggumpal, susu diangkat dan didinginkan dalam wadah tempurung kelapa lalu hasil cetakan dibaluti dengan daun pisang. Dalam 15 menit dangke siap disajikan.
Pemerintah Enrekang telah menetapkan Desa Lebang dan Desa Lekkong, sebagai sentra produksi dangke. Adapun harga kisaran harga jual dangke adalah Rp25.000 untuk per buahnya. (Usman Muin/SariAgri Makassar)
Editor: Rojes Saragih
sumber : https://pangan.sariagri.id/59211/dangke-keju-lokal-indonesia-yang-kini-sudah-mendunia, akses tgl 11/07/2022.
Post A Comment: