Proses menyusui sangat menentukan optimalisasi pemberian ASI pada bayi. Dalam proses menyusui pun perlu diperhatikan durasi, perlekatan, serta posisi menyusui yang benar.
Air susu ibu atau ASI mengandung berbagai manfaat yang diperlukan oleh bayi. Karena itu, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kelahiran menjadi sangat penting yang kemudian dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI. Namun, ibu perlu memastikan ASI diberikan dengan cara yang benar.
Staf pengajar dari Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS Cipto Mangunkusumo, Klara Yuliarti`mengatakan, hal pertama yang perlu diajarkan oleh ibu dalam menyusui yakni cara perlekatan yang benar.
Untuk mengetahui perlekatan yang benar dapat dilihat antara lain dengan penampang areola yang lebih banyak terlihat di atas mulut bayi. Mulut bayi pun terlihat terbuka lebar ketika menyusu. Selain itu, dagu bayi menyentuh bagian payudara ibu.
“Perlekatan yang benar ini sangat penting agar ASI bisa diterima oleh bayi secara optimal. Dalam minggu-minggu pertama proses menyusui akan menjadi masa untuk ibu dan bayi belajar mengenal satu sama lain. Waktu ini pula ibu akan belajar untuk mengetahui tanda bayi lapar atau enggan menyusu,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (14/1/2022).
Selain itu, durasi menyusu perlu diperhatikan. Bayi menyusu sebaiknya dilakukan minimal 10 menit. Ini diperlukan agar bayi bisa mendapatkan kandungan foremilk dan hindmilk dari ASI.
Pada lima menit pertama, kandungan ASI yang keluar kaya akan laktosa dengan kalori yang rendah. Sementara pada 5-10 menit berikutnya, ASI kaya akan kandungan protein, lemak, dan jumlah kalori yang lebih tinggi. Karena itu, usahakan waktu menyusu bisa mencapai 10 menit agar bayi mendapatkan seluruh kandungan penting dari ASI.
Klara menyampaikan, posisi menyusui juga menentukan keberhasilan ASI. Banyak posisi yang bisa dilakukan untuk memastikan kenyamanan ibu dan bayi dalam proses menyusui. Berganti-ganti posisi menyusui membantu mengosongkan semua bagian payudara.
Hal lain yang tidak kalah penting yakni pemberian inisiasi menyusui dini (IMD). Proses IMD dapat dimulai segera setelah bayi lahir setidaknya selama satu jam setelah dilahirkan sampai hisapan pertama untuk bayi yang menyusui.
Pada lima menit pertama, kandungan ASI yang keluar kaya akan laktosa dengan kalori yang rendah. Sementara pada 5-10 menit berikutnya, ASI kaya akan kandungan protein, lemak, dan jumlah kalori yang lebih tinggi.
IMD diperlukan untuk memberikan kolostrum sebagai imunisasi pertama bayi. Dalam proses IMD, bayi juga belajar menghisap secara efektif sekaligus dapat meningkatkan hormon endorfin ibu yang dapat merangsang terbetuknya prolaktin untuk mendorong terbentuknya ASI.
Menurut Klara, kandungan baik pada ASI tidak bisa digantikan oleh makanan ataupun minuman lainnya. ASI mengandung berbagai manfaat untuk bayi, seperti daya tahan tubuh, hormon baik, antialergi, antiparasit, faktor pertumbuhan bayi, anzim, mineral, dan vitamin.
Dalam jangka pendek, pemberian ASI eksklusif atau pemberian ASI selama enam bulan pertama kelahiran dapat mengurangi risiko gangguan pencernaan serta gangguan pernapasan. Dengan begitu, tumbuh kembang serta berat badan bayi bisa tercapai secara optimal.
Setelah enam bulan pertama kelahiran, Klara menuturkan, ASI tetap perlu diberikan dengan didampingi makanan pendamping ASI (MPASI). Pemilihan makanan pendamping ASI juga harus diperhatikan agar mendukung tumbuh kembang yang optimal. Makanan dengan kandungan protein hewani merupakan makanan yang penting untuk dikonsumsi oleh bayi.
Meski ASI memiliki manfaat yang baik bagi tumbuh kembang anak, pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih kurang. Bahkan, capaian ASI eksklusif 24 jam pada bayi 0-5 bulan menurun. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi ASI eksklusif 24 jam sebesar 64,5 persen dan menurun menjadi 52,5 persen pada 2021 (hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021).
Hambatan menyusui
Ketua Satuan Tugas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Naomi Esthernita menyampaikan, berbagai faktor dapat menjadi hambatan dalam proses menyusui. Faktor tersebut dapat ditemukan pada bayi maupun ibu.
Pada bayi biasanya terjadi karena bayi sakit/ prematur, bayi kembar, bayi mengalami kelainan anatomi bibir, peningkatan berat badan yang tidak ideal, posisi perlekatan yang tidak benar, serta adanya kesulitan dalam perlekatan karena adanya kelainan pada lidah dan mulut.
Sementara pada ibu bisa terjadi karena depresi, kurangnya dukungan keluarga, terlambat mulai menyusui, ibu sakit yang harus mengonsumsi obat-obatan, anatomi payudara yang tidak mendukung, serta adanya nyeri puting saat menyusui.
Naomi mengungkapkan, hambatan-hambatan tersebut bukan berarti ibu tidak bisa menyusui. Jika ditangani dengan baik, proses menyusui tetap bisa dilakukan sehingga bayi bisa mendapatkan ASI secara optimal.
Tenaga profesional seperti dokter anak memiliki peran yang besar untuk mendukung keberhasilan ASI. Oleh sebab itu, dokter perlu mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam mendampingi proses menyusui yang benar. Kenyataannya saat ini, pendidikan mengenai proses menyusui yang benar belum memadai.
“ IDAI akan berupaya meningkatkan kompetensi dokter anak untuk mendukung keberhasilan menyusui melalui pelatihan. Pelatihan ini rencananya dilaksanakan secara online (daring) dan offline (luar jaringan atau tatap muka) selama dua hari dengan berbagai materi, seperti skill (kemampuan) konseling ASI, posisi dan perlekatan, teknik memerah ASI, dan relaktasi,” ucapnya.
sumber : https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2022/01/15/manfaat-optimal-dengan-menyusui-bayi-selama-10-menit, akses tgl 19/02/2022.
Post A Comment: