Olahan buah dan sayuran fermentasi sudah menjadi makanan sehari-hari. Meskipun mengandung alkohol, tetapi buah dan sayuran fermentasi ini tetap halal dikonsumsi umat muslim.


Buah dan sayuran banyak dikonsumsi karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Kandungan serat, vitamin dan mineral pada buah serta sayuran sangat diperlukan untuk kesehatan tubuh.

Selain dikonsumsi langsung ataupun diolah menjadi masakan, beberapa buah dan sayuran juga sering dibuat olahan makanan fermentasi. Selain menghasilkan produk dengan rasa khas, buah dan sayuran fermentasi juga dipercaya dapat meningkatkan manfaat yang sebelumnya sudah terkandung di dalamnya.

Ada banyak buah dan sayuran fermentasi yang biasa dikonsumsi masyarakat misalnya acar, asinan hingga kimchi khas Korea. Di Indonesia, beberapa buah juga populer dijadikan asinan seperti mangga, salak, sirsak, jambu hingga nanas.

Proses pembuatannya membuat buah dan sayuran fermentasi mengandung alkohol alami. Lantas bagaimana status halal makanan ini dari pandangan LPPOM MUI?

Dilansir dari Halal MUI (6/2) Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc., Tim Tenaga Ahli LPPOM MUI sekaligus dosen Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University, menjelaskan bahwa proses fermentasi merupakan suatu proses kehidupan sel hidup yang tumbuh atau berkembang biak.

Pada proses ini terjadi pengubahan zat-zat yang ada dalam medium menjadi produk-produk metabolit (internal ataupun eksternal) serta perbanyakan atau pertumbuhan sel.

"Metabolit yang dihasilkan sekalipun bukan produk utama (yaitu produk samping), mungkin merupakan zat yang dapat menyebabkan mabuk (khamar) sehingga dapat dikategorikan kritis," jelas Budiatman.

Lebih lanjut, Budiatman menjelaskan zat yang dimaksud adalah alkohol atau etanol (C2H5OH). Secara alami, etanol terdapat pada buah matang, seperti durian, nanas, jeruk, dan lainnya. Sedangkan secara komersial, etanol diperoleh dari hasil sintetik dan fermentasi.

Pada dasarnya, setiap makanan yang mengandung karbohidrat itu berpotensi juga mengandung etanol. Namun, etanol yang terkandung di dalam makanan secara alami tidak termasuk kategori khamar yang diharamkan.

Proses fermentasi memang membuat kadar alkohol pada buah dan sayuran meningkat. Dalam ambang tertentu, makanan fermentasi ini tidak membahayakan dan bisa dikonsumsi sebagai makanan halal.

Namun hal ini bisa jadi justru membahayakan bagi yang mengkonsumsinya ketika kadar alkohol dalam makanan fermentasi terlalu tinggi. Apabila ini terjadi, maka buah dan sayuran tersebut menjadi haram karena efeknya membahayakan.

Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah SAW, "Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain." (HR. Al-Baihaqi, Al-Hâkim, dll).

Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa hanya etanol yang berasal dari khamr yang tidak bisa digunakan untuk produk halal karena bersifat haram dan najis.

Jika tidak berasal dari industri khamr, etanol jenis lain boleh digunakan dengan batasan yang sudah diatur pada fatwa tersebut.

Selain hal di atas, setidaknya ada beberapa hal baru yang tertuang dalam fatwa ini. Pertama, kandungan etanol pada produk akhir makanan tidak dibatasi selama secara medis tidak membahayakan. Kedua, kadar etanol pada produk akhir makanan dan minuman ditoleransi kurang dari 0,5% asalkan secara medis tidak membahayakan.

Kemudian ketiga, kadar etanol untuk produk antara (intermediate product) seperti flavor dan bumbu tidak dibatasi, selama penggunaannya pada produk akhir sesuai dengan ketentuan pertama dan kedua.


Devi Setya
sumber : https://food.detik.com/info-kuliner/d-5932054/apakah-buah-dan-sayuran-fermentasi-halal-dikonsumsi-ini-penjelasannya, akses tgl 23/02/2022.

Axact

PERSAGI Bandung

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment: