Jika kita bicara soal kimchi mungkin tidak semua orang langsung menyukainya. Untuk mereka yang tidak biasa menyantapnya, acar sawi Korea ini bisa membuat mulut mengerut karena rasa asamnya, dan begitu cabai yang dipakai mengena sinus Anda, maka air mata menetes segera. Tetapi pada gigitan berikut-berikutnya, dan segera atau kemudian, Anda mungkin menemukan diri Anda menikmati tajamnya rasa kol fermentasi itu. Dan yang jelas sejumlah orang juga mulai tergila-gila pada makanan ini: di New York misalnya makin banyak kimchi menjadi isi dari hotdog keren, ada semur kimchi yang menjadi sorotan di situs-situs penggemar makanan dan resep untuk membuatnya sendiri di rumah ada di mana-mana.
Walaupun jelas kimchi memang, emm, 'hidup' - jika Anda menyimpannya dalam stoples di lemari es untuk beberapa saat, Anda mungkin akan melihatnya bergelembung – riwayat alamiahnya masih merupakan misteri. Penelitian awal mengenai mikrob yang mengubah kol dan bahan lainnya menjadi keadaan akhir mereka memerlukan pengambilan contoh dari cairan hasil fermentasi, membudidayakannya di atas piring, dan mengidentifikasi bakteria yang tumbuh, yang kini kita ketahui tidak memberikan penjelasan penuh. Banyak bakteri tidak mau berkembang di laboratorium.
Namun, kini para peneliti mencoba melakukan pendekatan lain, yaitu dengan menggunakan pendekatan untuk mengklasifikasi bakteria yang ada di pusar atau di vagina. Ini termasuk dengan menarik sampel DNA dan mempelajari sekuen kode batang (barcode) yang berbeda-beda di antara spesies-spesies bakteri untuk mengetahui siapa yang ada di situ.
Studi semacam itu telah memberikan gambar yang lebih jelas apa yang menciptakan rasa kimchi yang berbau tajam itu. Dalam satu penelitian, peneliti menggunakan 30 kimchi dalam kantong kedap udara yang dibuat di pabrik di Korea, dan menyimpannya pada suhu yang biasa digunakan di pabrik untuk membuatnya yaitu 4 derajat C, dan beberapa hari sekali membuka tiga kantong. Mereka lalu membuang cairannya, memutar-mutarnya dalam sentrifuga sehingga bakteri terkumpul di bawah dan membuka sel untuk mendapatkan DNA. Mereka juga mengumpulkan data tentang molekul yang dikeluarkan bakteri-bakteri itu.
Gambaran yang mereka dapatkan adalah bahwa populasi mikrobial berubah cukup radikal seiiring waktu. Pada awalnya, kol yang direndam di air garam, dikeringkan dan dicampur dengan berbagai macam bumbu penyedap, kebanyakan mengandung populasi bakteria yang tidak teridentifikasi dan beberapa dari kelompok Deferribacterales, yang perwakilannya juga muncul di ladang minyak dan di usus sejenis udang dari laut yang dalam. Bakteri-bakteri ini mungkin memang sudah berada di kol, bukannya muncul karena fermentasi, karena setelah beberapa hari kemudian, dan oksigen pun habis, bakteri lain mulai mengambil alih.
Pada hari ketujuh, DNA dari kelompok Leuconostoc, yang mengubah gula menjadi asam laktat dan merupakan penyebab fermentasi kefir, atau minuman susu berfermentasi, serta roti sourdough, mulai banyak muncul. Pada hari ke-13, anggota dari kelompok bakteri Lactobacillus dan Weisella mulai bergabung. Seperti halnya Leuconostoc, Lactobacillus dan Weisella memproduksi asam laktat dari gula, dan mereka juga merupakan bagian dari tim yang menjadikan adanya keju, kefir, asinan serta produk-produk fermentasi lainnya. Bersama-sama ketiga kelompok ini mendominasi kimchi dalam bagian selanjutnya percobaan.
Virus pada bakteri
Saat ekologi mikrobial kimchi berubah, begitu juga reaksi kimianya. Derajat keasaman atau pH berangsur-angsur menjadi lebih asam setelah 15 hari, lalu turun secara mendadak sehingga akhirnya berhenti di pH4,5. Artinya sama derajatnya dengan tomat yang dihaluskan dan dianggap optimal untuk kimchi. Saat bakteri asam laktat mengambil alih, tingkat glukosa dan fruktosa menurun dan tingkat asetat dan asam laktat meningkat. Jumlah manitol atau alkohol gula yang berasa manis yang dihasilkan dalam proses konversi, juga ikut meningkat, atau cocok dengan gambaran umum proses fermentasi. Transformasi kimia ini terjadi dalam kecepatan yang berbeda-beda dan berbagai macam mikrob pada suhu yang bermacam-macam, seperti dilaporkan banyak penelitian. Tetapi hasil akhirnya masih merupakan campuran rasa asam dengan bau khas dan alkohol.
Ajaibnya, tim peneiti juga mencatat banyaknya DNA virus dan dari virus yang menginfeksi bakteri. Tim ini menyebutkan bahwa tingkat infeksi mungkin memengaruhi proses fermentasi.
![]() |
Kimchi bukan hanya mengandung bakteri, tetapi juga virus. |
Kebanyakan resep pembuatan kimchi menyarankan agar kita memakannya dalam waktu seminggu – dengan berlalunya waktu, baunya makin menusuk dan kol mulai hancur. Pada akhirnya akan terlau banyak bakteri yang hidup dalam kimchi untuk bisa disimpan lama. Jika di lain waktu Anda menikmati rasa pedas kecutnya, pikirkan juga bakteri yang membuatnya untuk Anda dan renungkan semua hal yang belum kita ketahui mengenai kehidupan dalam makanan kita.
sumber : https://www.bbc.com/indonesia/vert_fut/2015/11/151029_vert_fut_kimchi, akses tgl 17/08/2022.
Post A Comment: